RALAT : Cerpen ini sebenarnya karangan Muktiar Selawati. Cerpen ini malah pernah dimuat di Aneka Yess! beberapa tahun lalu. Beliau sendiri yang memberitahu saya melalui Instagram. Mohon maaf atas kesalahan saya selama ini ya Mbak. Makasih sudah diberitahu :)
Kalau Bulan dan Bintang Bertanya
Muktiar Selawati
“Pernahkah kau
bertanya pada bulan dan bintang tentang siapa orang yang kau cinta? Orang yang
mampu buatmu bahagia bila kau berada di dekatnya. Atau pernahkah kau bertanya
pada bulan dan bintang di mana orang yang mampu membuatmu bertahan menerima
seribu kesengsaraan untuk meraih cinta sejatinya?” tulis Teguh pada selembar
kertas.
“Kalimat yang
kamu buat itu bagus banget, Guh!” puji Tiara sungguh-sungguh.
Teguh hanya
tersenyum simpul. Dibawah tulisan itu ia membubuhkan tanda tangannya di sebelah
kanan. Setelah selesai ia berikan selembar kertas itu kepada Tiara.
Kemudian Tiara
melakukan apa yang dilakukan Teguh. Ia membubuhkan tanda tangannya di sebelah
tanda tangan Teguh. Setelah selesai Tiara melipatnya dan menyimpannya ke dalam
sebuah kotak kecil. Mereka berjanji akan membukanya saat sudah menemukan
tambatan hati mereka masing-masing.
“Hubungan kamu
dengan Tanti bagaimana?” tanya Tiara tiba-tiba.
“Sejauh ini
masih baik. Kami tiap hari ketemu. Nge-date. Ya biasalah kalau orang lagi
pacaran.” jawab Teguh lugas. Tiara hanya memperhatikan.
“Kamu sendiri
bagaimana dengan Arjunamu? Kapan akan kau kenalkan padaku?”
Tiara tersenyum
tipis mendengar ucapan Teguh.
“Oke. Aku pulang
dulu ya.” pamit Teguh kemudian.
Tiara melirik
jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan ke angka 9. Ternyata memang sudah
malam. Teguh melompati tembok yang menjadi penghalang antara rumahnya dengan
rumah Tiara.
Tiara akan
memasuki rumahnya ketika tiba-tiba saja Teguh memanggil namanya.
“Apa lagi?”
Tiara melotot.
Teguh menunjuk
ke atas. Tiara mengernyitkan dahinya tak mengerti.
“Kau lihat bulan
ke atas sana?” tanya Teguh.
Tiara menatap ke
arah angkasa. Bulan memang sedang bulat sekali. Pancaran sinarnya pun begitu
indah dipandang.
“Kau tahu? Kau
lebih cantik dari bulan itu.” puji Teguh.
Setelah itu Ia
melesat pergi begitu saja meninggalkan Tiara yang tersipu malu.
“Dasar Teguh.
Senang sekali dia menggoda.”
***
“Ayolah, Ra.
Bantu aku mengerjakan PR Kimia ini.” rajuk Teguh penuh harap.
Tiara mencibir.
“Aku akan membantumu tapi harus ada imbalannya.” Tiara membuat penawaran.
Teguh terlihat
mengernyitkan dahinya tanda sedang berfikir.
“Oke aku
sanggup.” ujar Teguh tanpa bertanya imbalan apa yang diminta.
Tiara tersenyum penuh kemenangan “Gendong
aku…”
Mata Teguh
membelalak mendengar permintaan yang dilontarkan Tiara. ”Cewek ini sembarangan
sekali.” ujarnya dalam hati.
“Oke. Sini.”
Teguh
membungkukkan badannya. Tanpa rasa ragu Tiara melompat ke punggungnya Teguh
dengan tawanya yang khas. Mereka berdua tidak menyadari sesosok tubuh berdiri
di depan pintu. Teguh yang pertama kali melihat langsung berhenti tawanya.
Demikian juga Tiara. Ia langsung turun dari punggung Teguh.
“Eh Syaif. Kok
kamu gak bilang kalau mau ke sini? Masuk deh.” Tiara menghampiri cowok itu dan
menggandengnya.
“Guh, kenalin
ini cowokku.” ujar Tiara
Teguh
mengulurkan tangannya ke arah cowok itu. “Teguh Prasetyo” ujarnya
memperkenalkan diri.
“Syaifudin Cipto
Adi.” balas Syaif.
Mereka
terdiam beberapa saat. Tiara masuk ke dalam.
“Kamu
satu sekolah sama Tiara ya?” Teguh membuka pembicraan ketika Tiara masuk ke
dalam.
“Kami
satu kelas.” jawab Syaif singkat.
Tak
berapa lama kemudian Tiara sudah dating membawa tiga minuman.
“Aku
pulang dulu deh, Ra.” pamit Teguh tiba-tiba.
Begitu
Teguh sudah tak kelihatan lagi, Syaif menyelidik, “Siapa sih dia?”
“Kamu
kok tanyanya sewot begitu? Kamu cemburu ya?” Tiara menggoda.
“Kalau
iya kenapa?” nada suara ketus yang keluar dari bibir Syaif.
“Jangan
khawatir. Teguh itu sahabatku. Tuh rumahnya di sebelah.” ucap Tiara
menerangkan.
Syaif
terlihat cemburu.
***
Siang
itu pas jam bubaran sekolah…
“Kamu
kenapa sih, Syaif? Bawannya curiga melulu sama Teguh? Apakah kamu masih tak
percaya juga dengan semua yang telah kujelaskan padamu?” tanya Tiara heran.
Syaif
hanya mengatupkan rahangnya menahan emosi yang siap meledak.
“Memangnya
enak tiap hari nge-date Teguh selalu ada di antara kita kayak menganggu acara
kita? Bikin bete tau gak!” suara Syaif semakin meninggi.
Tiara
tersenyum kecut. “Cuma masalah sepele seperti itu…”
“Kamu
bilang sepele tapi bukan untukku! Tiara, buka matamu! Teguh itu selalu
mengganggu acara kita! Dia seperti tak rela tiap kali kita bersama!”
“Lalu
sekarang aku harus bagaimana? Menjauhi Teguh?”
“Kalau
perlu.” jawab Syaif sinis.
“Syaif…”
Tiara
menatap Syaif penuh rasa kecewa. Kenapa cowok itu belum mengerti juga akan
persahabatannya dengan Teguh?
Syaif
menghela nafas pendek.
“Atau
kita putus?” celetuk Syaif membuat Tiara semakin terkejut.
Ia
seperti mendapat pukulan di kepalanya mendengar kata-kata yang terlontar dari
bibir Syaif. Gampang sekali Syaif member tawaran itu. Seakan apa yang telah
mereka lalui selama 6 bulan ini tiada artinya sama sekali.
Tanpa
menunggu jawaban Tiara, Syaif melangkahkan kakinya meninggalkan Tiara dalam
ketermenungannya.
“Sempit sekali
jalan fikiran cowok yang terkasih itu.” batin Tiara dalam hatinya. “Apakah itu
hanya sebuah alasan yang dicari-cari oleh Syaif?”
***
Tanti hanya
menundukkan kepalanya. Tangannya saling meremas gelisah mendengar apa yang baru
saja dilontarkan oleh Teguh.
“Maafkan aku,
Tanti. Tapi aku tak bisa lagi mempertahankan hubungan kita.” ujar Teguh.
“Katakan saja
satu kesalahanku, Guh. Maka aku akan melepaskanmu dengan rela.”
Tanti menahan kristal
bening yang terasa mengganjal di sudut matanya. Tapi sekuat apapun Ia mencoba
bertahan air mata itu bobol juga. Air matanya bercucuran membasahi pipinya.
“Kau tidak
pernah melakukan kesalahan walaupun hanya sekali. Kau cukup sempurna di mata
ku.”
“Lalu apa ada
yang lain?”
Getar suara
Tanti semakin terdengar jelas. Membuat Teguh semakin merasa bersalah.
“Aku tak mau
menyakiti perasaanmu. Aku tak ingin terus membohongimu dengan terus bersamaku
sementara benak hatiku tertambat pada yang lain.” desah Teguh namun cukup terdengar
jelas di telinga Tanti.
“Apakah dia
Tiara?” tanya Tanti perlahan.
Teguh mengangkat
wajahnya dan menatap gadis yang kini ada di sampingnya dengan mata berkabut.
Tanpa Teguh menjawab Tanti sudah menemukan jawaban pada sinar mata Teguh.
“Aku takkan pernah
mengekangmu. Kau bebas pada pilihanmu.” Tanti mencoba bijak.
Teguh meraih
jemari Tanti dalam genggamannya.
“Thanks, Tanti.
Kau memang baik. Kuharap kita masih bisa bersahabat”
Tanti
menganggukkan kepalanya perlahan walaupun terasa nyeri di ulu hatinya.
***
“Hei… Tumben
kamu melamun?”
Teguh
mengagetkan Tiara. Tanpa persetujuan cewek itu Teguh duduk di sampingnya
“Syaif gak
kemari?”
Tiara menggeleng
lemah. “Kami sudah putus tadi siang.” ucap Tiara lemah.
Ada secercah
kebahagiaan di hati Teguh mendengar kalimat itu. Pantaskah Ia bahagia atas duka
yang kini dialami Tiara?
“Kamu sendiri?
Masih asyik dengan Tantimu?” Tiara balik bertanya.
Teguh
menggeleng. “Kami juga baru putus tadi siang.”
Ganti Tiara yang
terkejut. “Kalian…”
“Aku tak bisa
terus bersamanya sementara hatiku tertambat padamu. Jujur aku hanya
mencintaimu.” ucap Teguh cepat.
Tiara
tercengang. Teguh mencintainya? Jadi kecurigaan Syaif benar adanya kalau
persahabatan yang ditawar Teguh padanya tidak tulus. Tiara memang menutup mata
selama ini dengan kebaikan dan perhatian Teguh padanya.
“Kau tau Teguh?
Aku sangat membencimu!” ucap Tiara ketus.
Tanpa
memperdulikan Teguh dia segera masuk ke rumah.
***
Setelah malam
itu Teguh tidak menampakkan diri sama sekali. Biasanya tiap berangkat sekolah cowok
itu selalu nongol di tembok pembatas. Sekedar say hello. Entah mengapa Tiara
merasakan rindu dengan canda Teguh. Cowok itu selalu menghibur bila Tiara
merasa sedih. Cowok itu mampu membuatnya tersenyum. Ia sudah terbiasa dengan
kehadiran cowok itu dan kesepian kini terasa melanda. Cintakah dirinya pada Teguh?
“Tiara!”
Sebuah suara
mengagetkannya. Sosok tegap Teguh telah berada di depannya.
“Teguh… Aku tak
pernah membencimu...”
“Aku tau,” ucap
Teguh dengan senyum nakalnya.
“Kalau bulan dan
bintang bertanya padamu siapa orang yang kau cintai, kau akan jawab apa?” tanya
Teguh tiba-tiba.
Itu adalah
kalimat yang ditulis Teguh 2 bulan yang lalu.
“Kau sendiri?”
Tiara balik bertanya.
Teguh terlihat
berfikir. Matanya berbinar indah.
“Aku akan bilang
pada bulan dan bintang kalau aku mencintaimu.” jawab Teguh sambil menatap
Tiara.
“Aku pun akan
bilang hal yang sama pada bulan dan bintang.” balas Tiara sambil tersenyum.
Keduanya tertawa
bahagia.